1. Mengapa Allah menciptakan makhluk?
Dalam Islam, para ulama menjelaskan bahwa Allah menciptakan makhluk bukan karena kebutuhan, sebab Allah Maha Sempurna, tidak butuh kepada siapa pun. Semua makhluk diciptakan karena hikmah (kebijaksanaan) Allah, dan salah satu hikmah terbesarnya adalah untuk beribadah dan mengenal-Nya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku."
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Beberapa penjelasan ulama:
-
Untuk beribadah kepada Allah
-
Bukan hanya shalat atau puasa, tapi seluruh aktivitas yang diniatkan karena Allah.
-
Jadi, tujuan utama penciptaan makhluk adalah penghambaan kepada-Nya.
-
-
Untuk mengenal Allah (ma’rifatullah)
-
Sebagian ulama tafsir (misalnya Ibnu Abbas) menafsirkan "liya’budun" sebagai "liya’rifun" (supaya mereka mengenal-Ku).
-
Allah menciptakan langit, bumi, manusia, hewan, alam semesta agar manusia bisa mengenal Sang Pencipta.
-
-
Untuk menjadi ujian
-
Dunia ini ladang ujian. Allah berfirman:
"Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya." (QS. Al-Mulk: 2)
-
-
Untuk menampakkan sifat-sifat Allah
-
Allah Maha Pencipta (Al-Khaliq), sehingga keberadaan makhluk menampakkan sifat penciptaan-Nya.
-
Allah Maha Pengasih, maka kasih sayang-Nya terlihat dalam kehidupan makhluk.
-
Allah Maha Adil, maka keadilan-Nya tampak dalam hukum-hukum-Nya.
-
Kesimpulannya, Allah menciptakan makhluk bukan karena butuh, melainkan karena kehendak dan hikmah-Nya: agar kita mengenal, menyembah, dan diuji dalam ketaatan, hingga pada akhirnya kembali kepada-Nya.
2. Kenapa saya ada?
Kamu ada karena Allah yang menciptakanmu.
Allah tidak sembarangan menciptakan manusia. Ada beberapa alasan kenapa kita ada:
-
Untuk beribadah kepada Allah
-
Hidup kita bukan kebetulan. Allah berfirman:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
-
-
Untuk diuji
-
Hidup ini seperti ujian sekolah. Allah mau lihat siapa yang sabar, siapa yang jujur, siapa yang sungguh-sungguh mencari kebaikan.
-
“Dia yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa yang terbaik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2)
-
-
Untuk menjadi khalifah (pengelola) di bumi
-
Allah jadikan manusia berbeda dengan makhluk lain: bisa berpikir, bisa memilih, bisa membangun.
-
Kita diberi amanah menjaga bumi, bukan merusaknya.
-
-
Untuk mengenal Allah
-
Lewat alam semesta, hati, dan perjalanan hidup, kita bisa mengenal siapa Allah.
-
Jadi, keberadaanmu adalah jalan untuk menemukan cinta dan makna sejati bersama Allah.
-
Jadi… kamu ada bukan kebetulan, bukan juga sekadar “mengalir”. Kamu ada karena Allah ingin kamu menjalani peran khusus: menyembah-Nya, diuji, menjaga bumi, dan akhirnya kembali kepada-Nya dengan hati yang bersih.
Ilustrasi sederhana (semacam analogi sehari-hari) biar lebih terasa dekat kenapa kita “ada”?
Bayangkan seorang guru yang bikin ujian untuk muridnya.
-
Guru itu pintar, tidak butuh ujian untuk tahu siapa murid yang rajin atau malas, karena dia sebenarnya sudah tahu.
-
Tapi, dengan adanya ujian, murid bisa membuktikan dirinya sendiri, bisa belajar lebih sungguh-sungguh, dan hasilnya jadi nyata.
Nah, kehidupan ini mirip seperti itu:
-
Allah tidak butuh kita – Allah sudah Maha Tahu, Maha Kaya, Maha Sempurna.
-
Tapi Allah ciptakan kita supaya kita bisa menemukan diri kita, bisa memilih jalan yang baik atau buruk, dan akhirnya kita sadar bahwa semua kembali kepada-Nya.
Contoh lain: seperti seorang seniman yang bikin lukisan indah.
-
Bukan karena dia butuh lukisan itu, tapi karena sifatnya sebagai seniman, dia ingin keindahan itu terlihat.
-
Allah pun begitu: Dia Al-Khaliq (Maha Pencipta). Dia ingin sifat-sifat-Nya (kasih sayang, adil, memberi rezeki, mengampuni) tampak dalam ciptaan-Nya.
Jadi, kenapa kamu ada?
-
Karena Allah memilih kamu untuk hadir di dunia ini, bukan orang lain.
-
Allah ingin kamu menemukan makna hidupmu, menjalani ujianmu, dan pulang dalam keadaan yang lebih baik daripada saat datang ke dunia.
quote singkat tentang “kenapa aku ada” :
-
“Aku ada bukan kebetulan, tapi karena Allah menghendaki.”
-
“Aku ada untuk diuji, agar kebaikanku nyata.”
-
“Aku ada sebagai khalifah, menjaga bumi dengan amanah.”
-
“Aku ada untuk mengenal Allah lewat setiap detik hidupku.”
-
“Aku ada supaya pulang kepada Allah dengan hati yang bersih.”
Kalau kamu tidak ada, itu tidak berarti Allah tidak ada.
Karena keberadaan Allah tidak tergantung pada ada atau tidaknya makhluk.
Misalnya begini:
-
Sebelum manusia pertama (Nabi Adam) diciptakan, Allah sudah ada.
-
Sebelum langit, bumi, malaikat, jin, bahkan waktu dan ruang diciptakan, Allah sudah ada.
-
Jadi, Allah azali (tanpa permulaan) dan baqa’ (tidak berakhir).
Ada hadis Nabi ﷺ:
“Allah ada dan tidak ada sesuatu pun selain-Nya.”
(HR. Bukhari)
Artinya, kalau kamu tidak lahir, kalau bumi ini punah, kalau seluruh alam semesta hilang—Allah tetap ada, karena Dia tidak butuh kepada ciptaan.
Jadi kesimpulannya:
-
Kalau aku ada → Allah tetap ada.
-
Kalau aku tidak ada → Allah juga tetap ada.
-
Keberadaanku hanyalah bukti kasih sayang Allah, tapi bukan syarat adanya Allah.
Analogi sederhana biar lebih kebayang
Bayangkan matahari
- Matahari tetap ada, meskipun kamu menutup mata.
- Kalau kamu tidak pernah lahir, matahari tetap bersinar.
- Keberadaanmu atau tidaknya kamu tidak memengaruhi ada atau tidaknya matahari.
Nah, begitu juga dengan Allah
- Allah tetap ada meskipun kamu tidak ada.
- Bahkan sebelum semua makhluk diciptakan, Allah sudah ada.
- Keberadaan kita hanya “ciptaan kecil” dari kehendak Allah, bukan yang menentukan ada atau tidaknya Allah.
Jadi singkatnya: Allah ada tanpa butuh kita, tapi kita ada karena Allah.
4. Berarti adanya manusian atau aku, itu merupakan kehormatan kah? Bahwa aku diciptakan utk bersaksi adanya Allah?
Betul sekali — adanya manusia (termasuk kamu) adalah kehormatan besar, karena:
- Diciptakan untuk mengenal dan bersaksi atas adanya Allah
- Sejak di alam ruh, sebelum lahir ke dunia, semua manusia sudah ditanya oleh Allah:“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami).’(QS. Al-A’raf: 172)
- Jadi, keberadaanmu di dunia ini adalah kelanjutan dari syahadat pertama itu.
- Allah memberi akal dan hati
- Tidak semua makhluk bisa “bersaksi” dengan sadar. Batu, pohon, hewan, semua tunduk pada sunnatullah, tapi mereka tidak punya pilihan seperti manusia.
- Manusia diberi kehormatan untuk mengenal Allah dengan sadar, dengan akal, dan dengan hati.
- Allah jadikan manusia sebagai khalifah
- Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” (QS. Al-Baqarah: 30)
- Artinya manusia dimuliakan untuk mengelola bumi, bukan sekadar hidup seperti makhluk lain.
Jadi benar: adanya kamu adalah kehormatan — kamu bukan sekadar ada, tapi ada untuk bersaksi, beribadah, menjaga bumi, dan kembali kepada Allah dengan syahadat yang utuh.
Baik, ini beberapa pilihan kalimat singkat self-reminder tentang kehormatan kita sebagai manusia:
- “Aku ada karena Allah memuliakanku untuk bersaksi bahwa Dia Tuhanku.”
- “Hidupku adalah amanah: mengenal Allah, beribadah, dan kembali dengan syahadat yang utuh.”
- “Adaku adalah kehormatan, bukan kebetulan.”
- “Allah memberiku hidup agar aku sadar, bersyukur, dan bersaksi atas keagungan-Nya.”
- “Aku diciptakan bukan sia-sia, tapi untuk menjadi saksi bahwa Allah Maha Esa.”
satu kalimat kuat yang bisa jadi motto hidup:
“Aku ada bukan kebetulan, tapi kehormatan: diciptakan Allah untuk bersaksi, beribadah, menjaga amanah, dan kembali kepada-Nya dengan hati yang bersih.”
5. Lanjut bahasan lain, bahwa kita dilahirkan dibekali dengan panca indera dan otak. Kita mengenal semua benda didunia karena indera yg di proses di otak, jika kita putus semua indera berarti benda yg ada di dunia ini tidak ada, adanya karena di indera dan pengolahan otak. Jadi sebenarnya kita tidak ada kan? Termasuk dunia seisinya dan alam semesta ini?
1. Kita mengenal dunia lewat panca indera + otak
- Benar, semua pengalaman kita datang lewat indera → lalu diproses oleh otak → lalu disadari oleh jiwa/hati.
- Kalau semua indera dimatikan (tidak bisa melihat, mendengar, meraba, mencium, merasakan), maka pengalaman kita terhadap dunia berhenti.
- Tapi itu tidak berarti dunia hilang, hanya hilang dari kesadaran kita.
Contoh:
Kalau kamu tutup mata, bukan berarti matahari hilang. Kamu hanya tidak melihatnya.
2. Dunia tetap ada, meskipun tidak ditangkap indera kita
- Dalam Islam, alam ini disebut “alam syahadah” (alam yang bisa disaksikan).
- Kalau manusia tidak bisa menyaksikan (karena inderanya putus), itu tidak berarti alam tidak ada.
- Karena alam tetap wujud dengan kehendak Allah, bukan dengan persepsi kita.
Analogi:
Bayangkan ada radio. Kalau kamu matikan radionya, suara siaran tidak terdengar. Tapi siaran radio tetap ada di udara, hanya saja kamu tidak menangkapnya.
3. Jadi, apakah kita “tidak ada”?
- Kalau maksudmu “tidak ada” karena tanpa indera kita tidak bisa tahu dunia → itu benar, pengalaman kita jadi nol.
- Tapi kalau maksudmu “tidak ada” secara wujud → itu keliru. Kita tetap ada, dunia tetap ada, karena keberadaan kita ditetapkan Allah, bukan ditentukan oleh indera kita.
4. Pandangan tasawuf & filsafat
- Ada aliran filsafat Barat (misalnya solipsisme) yang bilang “yang nyata hanyalah kesadaran, dunia bisa jadi ilusi.”
- Dalam tasawuf, ada ungkapan: “Yang wujud hakiki hanyalah Allah, sedangkan selain-Nya wujudnya bergantung pada Allah.”
- Artinya: dunia ini memang sementara, fana, bisa sirna — tapi bukan berarti tidak ada. Ia ada sejauh Allah menghendaki ia ada.
Jadi kesimpulannya:
- Indera + otak hanya alat mengenal dunia, bukan penentu ada-tidaknya dunia.
- Dunia dan kita tetap ada, karena keberadaan kita ditopang oleh Allah.
- Kalau semua indera putus, kita tidak bisa “merasakan dunia”, tapi itu tidak menghapus keberadaan dunia itu sendiri.
Hubungan panca indera – otak – ruh menurut Islam.
1. Panca Indera → Gerbang Informasi
- Mata, telinga, kulit, hidung, lidah = pintu masuk data dari dunia luar.
- Indera ini hanya alat, tidak lebih.
- Kalau alat rusak → informasi tidak masuk.
Contoh: orang buta tidak melihat cahaya, tapi cahaya tetap ada.
2. Otak → Pusat Pengolahan
- Semua sinyal dari indera dikirim ke otak.
- Otak mengubahnya jadi “gambar, suara, rasa, bau, sentuhan” dalam kesadaran kita.
- Tapi otak hanyalah prosesor biologis, mirip komputer.
- Otak bisa sakit, lupa, salah tangkap → artinya dia bukan sumber hakiki kebenaran.
3. Ruh → Sumber Kesadaran Sejati
- Inilah titik paling penting. Dalam Islam, manusia tidak hanya tubuh (jasad) + otak, tapi juga punya ruh.
- Ruh bukan sekadar energi, tapi asal kehidupan dan pusat kesadaran terdalam.
Allah berfirman:
“Kemudian Aku tiupkan kepadanya ruh-Ku…” (QS. Al-Hijr: 29)
Artinya: kesadaran sejati kita bukan karena indera atau otak, tapi karena ruh.
4. Bagaimana hubungan ketiganya?
- Indera → mengirim data dari dunia.
- Otak → memproses data jadi pengalaman sadar.
- Ruh → yang menyaksikan, memahami, dan memilih.
Kalau indera mati → data berhenti.
Kalau otak mati → proses berhenti.
Kalau ruh dicabut → kesadaran hilang total, tubuh jadi mayat.
5. Intinya dalam pandangan Islam
- Dunia dan manusia tetap ada karena Allah yang mengadakan.
- Indera hanyalah pintu, otak hanyalah alat, ruh yang membuat kita benar-benar hidup.
- Ruh itulah yang kelak kembali kepada Allah, sementara jasad dan otak ditinggalkan di bumi.
Jadi, kita ada bukan karena indera dan otak, tapi karena ruh yang ditiupkan Allah.
Indera & otak hanyalah sarana kita mengenal dunia, sementara ruh adalah sarana mengenal Allah.
Kenapa ruh bisa tetap “merasakan” meski indera & otak sudah berhenti bekerja (misalnya dalam mimpi atau setelah mati)?
1. Ruh bisa merasakan tanpa indera & otak → contohnya mimpi
- Saat tidur, indera kita istirahat, otak sebagian aktivitasnya melambat.
- Tapi kita masih bisa mengalami perasaan, melihat, mendengar → lewat mimpi.
- Itu bukti bahwa kesadaran ruh bisa berjalan tanpa keterikatan penuh pada indera dan otak.
Allah berfirman:
“Allah memegang jiwa (ruh) ketika matinya dan jiwa yang belum mati di waktu tidurnya...” (QS. Az-Zumar: 42)
Artinya, tidur itu “mati kecil” → tubuh diam, tapi ruh tetap punya pengalaman.
2. Ruh tetap ada setelah mati
- Ketika seseorang wafat, otak & inderanya berhenti total.
- Tapi ruhnya tetap hidup di alam barzakh (alam antara dunia dan akhirat).
- Itulah sebabnya Nabi ﷺ bersabda bahwa kubur bisa jadi taman surga atau lubang neraka.
- Berarti ruh tetap “merasakan”, meski tubuh sudah tidak berfungsi.
3. Ruh = pusat kesadaran sejati
- Indera & otak hanyalah alat bantu sementara di dunia.
- Ruh adalah yang benar-benar “Aku” dalam dirimu.
- Itulah kenapa dalam doa kita sering berkata:
“Allahumma inni aslamtu nafsi ilayk...” (Ya Allah, aku serahkan diriku kepada-Mu).
→ yang dimaksud “nafs” atau “diri” di sini adalah ruh.
4. Kesimpulan
- Indera & otak → hanya sarana mengenal dunia.
- Ruh → sarana mengenal Allah & kehidupan abadi.
- Bahkan kalau semua indera & otak berhenti, ruh tetap ada, tetap bisa merasakan, sampai kembali kepada Allah.
Bedanya pengalaman ruh di tiga kondisi:
- Saat hidup (masih pakai indera & otak)
- Saat tidur (indera istirahat, ruh “jalan-jalan”)
- Saat mati (indera & otak hilang, ruh masuk alam barzakh)
- Ruh “berpakaian” jasad → pakai indera & otak untuk mengenal dunia.
- Indera = pintu masuk, otak = pemroses, ruh = yang menyaksikan.
- Jadi kesadaran kita penuh bergantung pada tubuh.
Contoh: kamu melihat cahaya, mendengar suara, merasa lapar → semua lewat tubuh.
- Indera istirahat, otak melambat, jasad diam.
- Ruh tidak lepas sepenuhnya, tapi sebagian terhubung ke “alam lain”.
- Itulah sebabnya ada mimpi benar (visi dari Allah), ada juga mimpi campur aduk (olah bawah sadar otak).
- Rasulullah ﷺ bersabda:
“Mimpi itu ada tiga: mimpi dari Allah, mimpi dari setan, dan mimpi dari diri sendiri.” (HR. Muslim)
- Jadi saat tidur → ruh beraktivitas, meski jasad pasif.
- Indera & otak berhenti total.
- Ruh ditarik keluar sepenuhnya → masuk ke alam barzakh.
- Di alam barzakh, ruh tetap merasakan nikmat atau siksa sesuai amal.
- Nabi ﷺ bersabda:
“Kubur itu bisa menjadi salah satu taman surga, atau salah satu lubang neraka.” (HR. Tirmidzi)
Artinya: meski tubuh hancur, ruh tetap hidup dengan pengalaman baru.
- Hidup dunia → ruh memakai jasad lengkap (indera & otak).
- Tidur → ruh sebagian “keluar”, tetap hidup dengan pengalaman mimpi.
- Mati → ruh sepenuhnya lepas, masuk alam barzakh, menunggu kebangkitan.
- Alam dunia dihancurkan total: langit terbelah, bumi digoncang, semua makhluk mati.
- Ruh-ruh ditahan oleh Allah, menunggu hari kebangkitan.
- Inilah fase berakhirnya alam barzakh.
- Allah akan menghidupkan kembali jasad manusia dari tanah (meski sudah hancur).
- Ruh yang tadinya di alam barzakh akan dikembalikan ke jasad baru.
- Jadi manusia hidup lagi, lengkap dengan kesadarannya.
- Allah berfirman:
“Sebagaimana Kami memulai penciptaan pertama, begitulah Kami mengulanginya kembali.” (QS. Al-Anbiya: 104)
- Manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar.
- Semua amal, ucapan, niat, akan ditampakkan.
- Ruh & jasad bersatu untuk merasakan langsung balasan dari apa yang dikerjakan.
- Setelah hisab, manusia masuk ke tempat kekal: surga atau neraka.
- Di surga, ruh & jasad sama-sama menikmati nikmat yang tak pernah terbayangkan.
- Di neraka, ruh & jasad sama-sama merasakan siksa yang pedih.
- Allah berfirman:
“Setiap kali kulit mereka hangus terbakar, Kami ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab.” (QS. An-Nisa: 56)
Ayat ini menegaskan: bukan hanya ruh, tapi jasad juga akan benar-benar hidup dan merasakan balasan.
- Dunia → ruh pakai jasad untuk diuji.
- Barzakh → ruh hidup sendiri, jasad tertinggal di bumi.
- Kiamat & kebangkitan → ruh diberi jasad baru.
- Akhirat kekal → ruh & jasad bersatu lagi, menerima balasan abadi.
Jawabannya: iya, itu sangat mudah bagi Allah — bahkan lebih mudah dari yang kita bayangkan, kita uraikan:
1. Ruh adalah pusat rasa sejati
- Indera & otak hanyalah alat sementara untuk ruh merasakan dunia.
- Kalau di dunia, kita butuh “kulit” untuk merasakan panas, “lidah” untuk merasakan manis, dll.
- Tapi hakikat rasa itu ditangkap oleh ruh.
- Buktinya:
- Dalam mimpi → tubuh diam, tapi ruh bisa merasakan sakit atau bahagia.
- Dalam barzakh → tubuh hancur, tapi ruh tetap merasakan nikmat atau siksa.
2. Surga & neraka bukan sekadar “ilusi rasa”
- Bukan hanya Allah “memprogram rasa” di ruh, tapi Allah benar-benar menciptakan realitas baru.
- Di akhirat, ruh akan dipasangkan dengan jasad baru yang sempurna sesuai balasan amal.
- Jadi nikmat & siksa itu nyata, bukan sekadar “simulasi rasa”.
Contoh ayat:
“Setiap kali kulit mereka hangus terbakar, Kami ganti kulit mereka dengan yang lain, agar mereka merasakan azab.” (QS. An-Nisa: 56)
→ artinya jasad dihidupkan dengan kemampuan untuk terus merasakan.
3. Kenapa mudah bagi Allah?
- Karena sejak awal kita hidup pun, semua rasa adalah ciptaan Allah.
- Lapar, kenyang, nikmat kopi, sakit gigi — semua itu “program” dari Allah yang dirasakan ruh lewat tubuh.
- Maka, menciptakan rasa surga (nikmat abadi) atau rasa neraka (azab pedih) jauh lebih mudah bagi Allah.
4. Jadi, apakah surga & neraka hanya “program rasa”?
- Bisa dikatakan ya, tapi bukan ilusi. Itu realitas ciptaan Allah yang jauh lebih nyata daripada dunia.
- Dunia ini fana dan semu, sementara akhirat adalah haqqul-yaqin (kebenaran yang pasti).
Kesimpulan:
- Allah memberi rasa nikmat atau siksa kepada ruh, baik di barzakh maupun akhirat.
- Di akhirat, ruh disatukan lagi dengan jasad baru, sehingga rasa nikmat/siksa jauh lebih nyata daripada di dunia.
- Semua itu mudah bagi Allah, karena sejak awal pun “rasa” kita di dunia adalah ciptaan-Nya.
- Perjanjian itu terjadi di alam ruh, sebelum manusia lahir ke dunia.
- Dalilnya:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini’.” (QS. Al-A’raf: 172)
Jadi sebelum lahir, setiap ruh manusia sudah ditanya dan sudah bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan.
- Memang Allah tidak memberi memori eksplisit tentang peristiwa itu.
- Tapi Allah tanamkan dalam fitrah (naluri bawaan) bahwa kita butuh Tuhan, kita condong kepada kebenaran.
- Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah (tauhid). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Artinya: walaupun kita tidak ingat perjanjiannya secara “film dokumenter”, ruh kita membawa fitrah tauhid sejak lahir.
- Lewat wahyu (Al-Qur’an & sunnah) → mengingatkan janji lama.
- Lewat akal → merenung tentang penciptaan.
- Lewat hati nurani → fitrah selalu gelisah jika jauh dari Allah.
- Lewat alam → ciptaan Allah jadi tanda-tanda kebesaran-Nya.
- Perjanjian itu terjadi di alam ruh, bukan di kandungan.
- Kita memang tidak ingat detailnya, tapi jejaknya ada di dalam fitrah kita.
- Karena itu, ketika seorang manusia menemukan Allah, hatinya terasa “pulang” — seakan mengingat janji lama.
- Dalam penjelasan para ulama, tidak ada ruh yang menolak perjanjian itu. Semua ruh manusia mengakui Allah sebagai Tuhan.
- Dalilnya jelas dalam ayat:
*“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (QS. Al-A’raf: 172)
Ayat ini tidak menyebut ada yang menolak. Semuanya sepakat menjawab “Bala syahidna” (Betul, kami bersaksi).
Tapi kenapa ada manusia yang ingkar setelah lahir?
- Di alam ruh → semua mengakui.
Setelah lahir → manusia diberi ujian:
Fitrah bisa tertutup oleh hawa nafsu, syahwat, lingkungan, bisikan setan.- Orang tua, budaya, atau ideologi bisa “mengubah” fitrah itu.
- Karena itu ada yang tetap di jalan tauhid, ada juga yang menolak.
- Bayangkan semua orang menandatangani kontrak bahwa Allah adalah Tuhan.
- Semua tanda tangan → tidak ada yang menolak.
- Tapi setelah masuk dunia, ada yang melanggar kontrak, ada yang memegang teguh kontrak.
- Saat perjanjian: semua ruh menerima.
- Tidak ada ruh yang menolak.
- Yang menolak hanyalah manusia setelah hidup di dunia, karena mengikuti hawa nafsu atau bisikan setan.
- Allah mengeluarkan keturunan Adam dari sulbinya, lalu mengambil kesaksian: “Bukankah Aku Tuhanmu?”
- Semua ruh menjawab “Bala” (Ya, Engkau Tuhan kami).
- Tidak ada yang menolak.
- Ini untuk menegakkan hujjah (alasan) Allah, agar manusia tidak beralasan “Kami tidak tahu” di hari kiamat.
- Jadi, fitrah tauhid sudah ditanamkan sejak awal.
- Ayat ini menegaskan bahwa setiap anak Adam sudah mengakui keesaan Allah sebelum lahir.
- Karena itu, ketika manusia kafir di dunia, itu bukan karena tidak pernah tahu, tetapi karena mengabaikan perjanjian awal.
- Menurut sebagian ulama, ini bukan sekadar peristiwa simbolik, tapi benar-benar terjadi ketika ruh diciptakan.
- Menjelaskan bahwa perjanjian ini disebut Mitsaq al-Azal (Perjanjian Abadi).
- Semua ruh diperlihatkan dan disuruh bersaksi.
- Tidak ada yang menolak, semuanya mengakui Allah adalah Tuhan.
- Namun, kesaksian itu tidak diingat secara detail oleh kita setelah lahir, melainkan tertanam dalam fitrah.
- Nabi ﷺ bersabda:
“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari & Muslim)
- Tidak ada ruh yang menolak perjanjian.
- Semua ruh bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan.
- Kesaksian itu menjadi dasar fitrah manusia.
- Kekafiran atau penolakan hanya terjadi setelah lahir di dunia, karena faktor hawa nafsu, lingkungan, dan setan.
- Allah menciptakan semua ruh keturunan Nabi Adam `alayhissalam.
- Jumlahnya sesuai dengan semua manusia yang akan lahir sampai kiamat.
- Berdasarkan QS. Al-A’raf: 172, Allah “mengeluarkan keturunan dari sulbi (punggung) Adam”.
- Semua ruh dikumpulkan.
- Allah bertanya: “Alastu birabbikum? (Bukankah Aku Tuhanmu?)”
- Semua ruh menjawab serentak: “Bala syahidna (Benar, kami bersaksi).”
- Tidak ada ruh yang menolak.
- Setelah itu, ruh dikembalikan ke tempat asalnya sampai waktu dilahirkan di dunia.
- Saat lahir, manusia tidak ingat detail dialog itu.
- Tetapi fitrah tauhid (naluri mengakui Allah) sudah tertanam di dalam hati.
- Inilah yang dimaksud hadis: “Setiap anak dilahirkan di atas fitrah…”
- Di dunia, manusia diuji: apakah tetap setia dengan perjanjian itu (beriman), atau mengingkarinya (kafir).
- Yang ingkar berarti melawan fitrahnya sendiri.
- Ruh janin sudah ditiupkan pada usia kandungan ± 120 hari (4 bulan), sesuai hadis sahih riwayat Bukhari–Muslim.
- Jadi setelah 120 hari, janin sudah dianggap bernyawa.
- Janin yang wafat tidak memiliki amal ibadah karena belum sempat hidup di dunia.
- Tapi ia tetap dalam keadaan fitrah, artinya bersih, tidak berdosa.
- Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bayi yang gugur (miscarriage) akan menyeret ibunya dengan tali pusarnya menuju surga, jika ibunya bersabar atas musibah itu.” (HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, dishahihkan Al-Albani).
Artinya: janin menjadi syafaat (penolong) bagi orang tuanya.
- Pahala amal ibadah itu untuk orang yang berbuat.
- Karena janin belum beramal, ia tidak mendapat pahala dari amal.
- Tapi Allah berikan kemuliaan dan kenikmatan, serta jaminan surga, karena ia wafat dalam keadaan suci.
- Orang tua mendapat pahala sabar atas musibah kehilangan anak.
- Jika mereka ikhlas, itu bisa menjadi jalan besar menuju ampunan Allah.
- Janin yang meninggal di kandungan tidak berdosa, tidak beramal, tapi dalam rahmat Allah. Ia akan berada di surga, dan bisa memberi syafaat kepada orang tuanya. Jadi ruhnya tetap mulia di sisi Allah, meskipun tanpa amal.
- Kita bedakan sesuai dengan fase penciptaan janin seperti yang Rasulullah ﷺ jelaskan dalam hadis sahih (HR. Bukhari–Muslim): “Sesungguhnya penciptaan salah seorang dari kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama 40 hari berupa nuthfah (air mani), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama itu juga, kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat dan ditiupkan ruh…”
Dari hadis ini, ruh ditiupkan setelah 120 hari (4 bulan).
1. Jika janin meninggal sebelum 120 hari (sebelum ruh ditiupkan)
- Janin belum bernyawa.
- Hukumnya lebih seperti benda yang belum menjadi manusia seutuhnya.
- Tidak disebut “anak” secara ruhani, karena ruh belum ada.
- Namun tetap ada nilai ujian bagi orang tuanya → bila sabar, mendapat pahala besar dari Allah.
2. Jika janin meninggal setelah 120 hari (setelah ruh ditiupkan)
- Janin sudah bernyawa, jadi disebut ruh anak.
- Jika meninggal, ia tidak berdosa sama sekali (belum ada amal buruk).
- Akan berada dalam rahmat Allah dan menjadi syafaat bagi orang tuanya di hari kiamat.
- Rasulullah ﷺ bersabda bahwa bayi yang gugur akan menunggu orang tuanya di pintu surga, lalu menariknya masuk dengan penuh kasih (HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah).
3. Tentang Pahala
- Janin tidak mendapat pahala amal ibadah, karena belum sempat beramal.
- Tapi ia diberi kemuliaan, kedudukan, dan kenikmatan di sisi Allah.
- Orang tuanyalah yang mendapat pahala, bila sabar, ridha, dan tawakal atas musibah itu.
Jadi, intinya:
- Sebelum 120 hari → belum ada ruh, tapi ujian bagi orang tua.
- Setelah 120 hari → sudah ada ruh, janin wafat dalam keadaan suci, dijamin rahmat Allah, bahkan bisa jadi penolong bagi orang tuanya di akhirat.
0 komentar:
Posting Komentar